Ada sebuah filosofi
tentang secangkir kopi pahit. Konon dari jenis cangkir apapun, semisal dari
cangkir murahan dan bulukan sampai pada cangkir mewah yang mahal, tak akan
mengubah rasa kopi. Terlebih lagi apabila kopi itu disajikan dengan penuh cinta
kasih dan rasa keakraban, maka rasa pekatnya yang sudah tidak asing lagi di
lidah bersama harum aromanya di hidung akan membuat para penikmatnya terbuai
dalam ritme irama kebersamaan.
Itu sebabnya sejak dulu sampai sekarang, secangkir kopi
menjadi simbol sosial yang tak tergantikan. Ia menjadi media penghangat suasana
di mana pun tempatnya. Bagaimanapun suasananya, tanpa melihat orangnya peminum
kopi atau bukan, secangkir kopi bisa dikatakan sebagai wadah pemersatu
perbedaan. Manakala secangkir kopi telah disuguhkan, maka segala
perbedaan seakan hilang larut dalam setiap cita rasa legi dan paitnya.
Tidak ada jurang pemisah diantara sesama penikmat kopi, karena semua sama-sama
merasakan aroma dan taste-nya yang terkadang terlalu menikmati sampai pada
tetes terakhir bahkan hingga titik puncak kenikmatan yang berada pada
lethek-nya.
Konon budaya minum kopi sudah lama tertanam pada masyarakat
Indonesia sejak berabad-abad lalu. Sejak zaman dulu, secangkir kopi dapat
dengan mudah ditemukan dimana saja, dari desa sampai ke pasar-pasar moderen di
kota. Lihat saja penonton wayang kulit di desa-desa, betapa kopi menjadi
tradisi hidangan yang hukumnya wajib untuk disediakan. Bukan kopi instan. Tapi
kopi tubruk asli yang ditumbuk oleh ibu-ibu desa saat itu. Hal ini
mengindikasikan bahwa kopi adalah tradisi yang tak terpisahkan dari masyarakat,
khususnya dalam bentuk tradisional tubruk yang disajikan secara mudah dan
praktis tanpa menggunakan alat atau mesin kopi apapun.
Pada era saat ini, sebagai simbol sosial tak heran jika
hampir semua kafe atau restoran yang mengutamakan gaya hidup, selalu memasang
labelnya dengan kata-kata “coffee” atau “kopi”, terlepas dari apakah yang
disajikan kopi atau minuman lain. Di kota tempat tinggal sayapun sekarang
mungkin sudah terdapat ratusan tempat untuk menikmati secangkir kopi. Sebuah
wadah yang menyediakan tempat untuk berkumpul, sekedar ngobrol, bahkan acara
rapat dengan ngopi sebagai pembuka ataupun bahasan awalnya.
Ketika berada pada sebuah warung kopi entah itu lesehan,
angkringan, ataupun modern café, kita bisa bertemu dengan banyak orang
dengan karakter yang berbeda. Berbeda asal-usul, berbeda usia, berbeda status
sosial dalam bermasyarakat, bahkan terkadang berbeda etnik dan kebudayaan.
Mereka membaur menjadi satu tanpa memandang itu semua dengan secangkir kopi
sebagai medianya. Disinilah peranan secangkir kopi sebagai simbol sosial
benar-benar ditunjukkan.
Bagi saya pribadi, secangkir kopi adalah menu wajib yang harus
tercukupi setiap harinya. Karena menurut saya, secangkir kopi bisa membuat otak
kita menjadi cerdas dalam segala hal serta bisa merangsang ide-ide segar.
Selain sebagai teman penghangat pada saat udara dingin, secangkir kopi bisa
menyuguhkan keakraban bersama teman. Bahkan sekalipun pernah menimbulkan
perasaan cinta pada saat ngopi bersama seseorang. Itulah berbagai macam
manfaat dari secangkir kopi. Terlalu banyak untuk dikisahkan. Yang jelas bagi
saya, tidak ada perbedaan status sosial pada saat bersama-sama menikmati
secangkir kopi. Karena secangkir kopi hanyalah secangkir kopi di depan mata.
Namun cukup besar pengaruhnya dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar